Apa Perbedaan Antara Budaya Korea dan budaya Tionghoa?
Secara politis mereka (budaya Korea dan Tionghoa) sangatlah berbeda. Cina tidak benar-benar memiliki internet gratis, mereka agaknya membangun beberapa sensor tentang ini. Sementara itu Korea Selatan adalah sebuah negara demokrasi, cukup terbuka secara politis namun menyensor barang-barang dari Korea Utara. Korea Utara memang diketahui sangat tertutup dan tidak memiliki jaringan internet yang bisa diakses secara bebas, hanya untuk penggunaan pemerintah. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi sebuah budaya.
Dilihat dari makanan, juga sangat berbeda. Misalnya menu makanan Zhajiangmian (Cina) dan Jajangmyeon (Korea Selatan). Sekilas dari penampilan dan cara pengucapannya, kedua mie ini tidak terlihat berbeda sama sekali. Sebenarnya, tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan. Karena jajangmyeon dari Korea Selatan sendiri merupakan makanan yang diadaptasi dari zhajiangmian dari Cina. Atau bisa dibilang, jajangmyeon adalah versi Korea-nya zhajiangmian. Dari segi tampilan dan bahan pun tidak berbeda jauh. Kedua mi ini sama-sama disajikan dengan pasta kacang kedelai hitam dan sayuran seperti wortel dan mentimun, terkadang dengan tambahan potongan daging atau seafood.
Dunia hiburan juga berbeda. Kpop, Kdramas, boyband seperti BTS, semua itu hanya milik orang Korea. Cerita-cerita atau drama orang Tionghoa belum diterjemahkan dengan baik ke Barat, untuk alasan apapun. Mengembalikan ingatan pada masa dimana Korea memiliki Tiga Kerajaan, Goguryeo, Baekje, dan Silla, kala itu China menyerbu. Mereka bertempur dengan sekelompok peperangan dinasti Tang memiliki kendali atas Korea pada titik tertentu, namun kemudian orang-orang Korea mereklamasi tanah mereka. Jadi ada beberapa tumpang tindih budaya karena mereka seperti berada di samping satu sama lain dan saling menyerang satu sama lain. Filsuf Cina memang mempengaruhi Korea, Buddhisme mempengaruhi Korea.
Orang Korea tampaknya lebih patuh untuk menjadi orang Korea daripada orang Cina menjadi orang Cina. Hal tersebut berkenaan dengan rasisme di kalangan orang Korea yang nampaknya lebih tinggi dalam menjunjung kehebatan dan kelebihan rasnya. Jika dibanding dengan kaum Tionghoa. Mungkin kerap terdapat kaum Tionghoa bersifat rasis, namun mereka tidak akan berkata ‘Cina adalah yang terbaik. Tapi saya bangga karena saya Cina'. Hal tersebut berbeda dengan orang Korea yang menganggap ‘Korea adalah yang terbaik'.
Kebanggaan yang tinggi akan budaya homogen di Korea Selatan menjadi salah satu pemicu munculnya rasisme kepada etnis lain yang masuk ke negara tersebut sebagai pekerja atau mereka yang menikah dengan laki-laki atau perempuan Korea Selatan. Pada sebuah survei yang dilakukan oleh Seoul Institute mengungkapkan bahwa diskriminasi warga asing dilakukan berdasarkan kebangsaan, penampilan, dan pendidikan. Sekitar 94,5 persen dari 2.500 orang asing menjawab mereka telah mengalami diskriminasi di Seoul, Korea Selatan.